Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan
Banner ADV

7 Kapal Rute Nunukan - Tawau Didenda Imigrasi Senilai Rp1,6 Miliar

Suasana RDP antara pengusaha kapal rute Nunukan - Tawau dengan DPRD Nunukan serta instansi teknis terkait (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

BERITA TERKAIT

    Banner ADV

    Kalimantan Utara

    7 Kapal Rute Nunukan - Tawau Didenda Imigrasi Senilai Rp1,6 Miliar

    PusaranMedia.com

    Suasana RDP antara pengusaha kapal rute Nunukan - Tawau dengan DPRD Nunukan serta instansi teknis terkait (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

    Banner ADV

    7 Kapal Rute Nunukan - Tawau Didenda Imigrasi Senilai Rp1,6 Miliar

    Suasana RDP antara pengusaha kapal rute Nunukan - Tawau dengan DPRD Nunukan serta instansi teknis terkait (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

    Reporter: Diansyah | Editor: Buniyamin

    NUNUKAN — Sejumlah pengusaha kapal rute Nunukan-Tawau menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan terkait polemik denda terhadap kapal-kapal penumpang akibat mengangkut Warga Negara Asing (WNA) dengan masa berlaku paspor kurang dari enam bulan.

    Salah satu pemilik kapal, H Andi Darwin mengungkapkan keberatannya atas denda yang dijatuhkan kepada tujuh armada kapal milik para pengusaha pelayaran rute internasional tersebut.

    Total denda yang dikenakan mencapai Rp1,65 miliar. “Terdapat 33 penumpang WNA, terdiri atas 31 warga negara Malaysia dan dua warga Filipina yang diangkut dalam beberapa perjalanan. Kami dikenai denda karena paspor mereka kurang dari enam bulan masa berlakunya,” ujar Darwin dalam pertemuan tersebut.

    Ia juga merinci jumlah denda yang dikenakan kepada masing-masing kapal, antara lain KM Labuan Ekspres dan KM Purnama Ekspres masing-masing sebesar Rp350 juta, KM Mid Ekspres Rp400 juta, hingga KM Bahagia dan KM Kaltara Ekspres masing-masing Rp100 juta dan Rp50 juta.

    Darwin menilai meski keberatan, pihaknya menyatakan seluruh penumpang sudah melalui prosedur dan mendapat cap dari Imigrasi Malaysia.

    Ia pun mengancam akan menghentikan seluruh operasional kapal jika denda tersebut tetap diberlakukan.

    Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan, Adrian Soetrisno menegaskan, penerapan denda bukan merupakan inisiatif daerah.

    Ia menyebut dasar kebijakan itu adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2024.

    “Aturan ini menyebutkan bahwa setiap WNA yang masuk ke wilayah Indonesia wajib memiliki paspor dengan masa berlaku lebih dari enam bulan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenai sanksi berupa denda kepada operator angkutan,” jelasnya.

    Imigrasi Nunukan, kata Adrian, telah mengirimkan surat teguran kepada para pemilik kapal sejak 20 Mei 2025, serta menerbitkan tagihan denda.

    Hingga kini, belum ada pelunasan dari pihak kapal, yang kemudian memicu perhatian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    “Jika kewajiban ini tidak dilaksanakan, permasalahan akan diserahkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk diproses sebagai piutang negara,” tegasnya.

    Ketua Komisi I DPRD Nunukan Andi Mulyono yang memimpin rapat itu mengatakan persoalan ini muncul karena ketidaksinkronan antara regulasi Indonesia dan Malaysia. 

    Menurutnya, pemerintah pusat semestinya mempertimbangkan konteks perbatasan seperti Nunukan, di mana arus pelintas batas sangat dinamis.

    “Kami menilai yang seharusnya bertanggung jawab adalah pemegang paspor, bukan pemilik kapal. Apalagi para penumpang tersebut sudah melewati pemeriksaan dan legalitas dari Imigrasi Malaysia,” ucap Mulyono.

    Atas persoalan itu, Mulyono memastikan akan melakukan audiensi dengan Dirjen Imigrasi di Jakarta agar dapat mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut. 

    Dalam RDP itu, tambah Mulyono, sejumlah rekomendasi dihasilkan di antaranya, DPRD Nunukan meminta agar para pemilik kapal tidak membayar denda yang dibebankan oleh pihak Imigrasi.

    "Kami juga meminta agar Kantor Imigrasi Nunukan untuk mengevaluasi penerapan peraturan terkait sanksi terhadap operator kapal," pintanya. 

    DPRD, pemilik kapal, dan Kantor Imigrasi Nunukan juga bersepakat akan mengadakan audiensi bersama Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (IMIPAS) RI, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, serta BPK untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut.