Reporter: Aswin | Editor: Bambang Irawan
TENGGARONG – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Samarinda, menjatuhkan vonis penjara kepada tiga terdakwa kasus penggemukan sapi senilai Rp37 miliar, Selasa (24/6/2025).
Mereka adalah A, eks Pimcab bank pelat merah di Tenggarong yang divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Kemudian, S selaku eks Direktur Utama PT Berkat Salama Jaya (BSJ) divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp16,47 miliar. Jika tidak dipenuhi dalam satu bulan sejak vonis berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita. Bila hartanya tidak mencukupi, ia akan menjalani tambahan hukuman penjara selama empat tahun.
Terakhir, BS selaku Direktur Keuangan PT BSJ yang dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta, juga subsider tiga bulan kurungan. Uang pengganti yang harus dibayar mencapai Rp20,76 miliar, dengan mekanisme penyitaan dan hukuman tambahan yang sama jika tidak dibayarkan.
"Putusan majelis hakim atas kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT BSJ dan pimpinan bank pelat merah di Tenggarong telah dibacakan tadi malam. Masing-masing terdakwa telah dijatuhi pidana sesuai amar putusan," ungkap Plh Kejari Kukar, Sigid J. Pribadi melalui Kasi Intelijen, Ali Mustofa, Rabu (25/6/2025).
Kasus korupsi tersebut bermula pada tahun 2021, saat Direktur Utama PT BSJ, S (42), mengajukan kerja sama pembiayaan kepada salah satu bank milik negara yang berkantor di Tenggarong.
Saat itu, bank tersebut dipimpin oleh A (50). Skema yang ditawarkan cukup menjanjikan yaitu untuk membiayai usaha penggemukan sapi bagi kelompok peternak binaan.
PT BSJ kemudian merekomendasikan nama-nama peternak yang akan mendapatkan pinjaman, namun dana tersebut tidak langsung ke peternak, melainkan disalurkan melalui perusahaan.
Sapi yang dibeli dari dana pinjaman itu seharusnya disalurkan ke kelompok peternak, untuk digemukkan, lalu dibeli kembali oleh PT BSJ. Keuntungannya digunakan untuk membayar cicilan bank dan menjadi insentif bagi peternak.
Namun fakta di lapangan berkata lain, Sapi yang dijanjikan tidak pernah dikirimkan. Sementara itu, masa pembayaran cicilan telah jatuh tempo dan pihak bank tidak menerima pelunasan sebagaimana perjanjian. Akibatnya, bank mengalami kerugian besar hingga harus menyita aset untuk menutup kerugian pinjaman bermasalah tersebut.
Skema kerja sama permodalan peternakan sapi yang digadang-gadang membantu para peternak di Kukar, justru berujung pada kasus korupsi besar yang menjerat eks pimpinan bank pelat merah dan dua terdakwa lainnya.
Kasus ini menjadi pengingat betapa skema pemberdayaan ekonomi, jika tidak diawasi secara ketat, dapat berubah menjadi ajang penyelewengan anggaran dan merugikan negara.
"Saat ini terdakwa tengah menjalani hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kami, Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara, berkomitmen untuk terus menegakkan supremasi hukum secara adil, transparan, dan profesional," pungkasnya.