Reporter: Diansyah | Editor: Supiansyah
NUNUKAN - Kepulangan 161 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Tawau, Sabah, Malaysia di Pelabuhan Internasional Tunon Taka Nunukan, Rabu (1/9/2021) sore , ada hal yang cukup menarik perhatian pusaranmedia.com.
Di mana di antara rombongan tersebut, terdapat dua PMI yang mengalami kelumpuhan sehingga harus mendapat perlakuan berbeda, serta satu orang lainnya diketahui mengalami gangguan kejiwaan.
Penasaran dengan kondisi PMI tersebut, pewarta pun berusaha menggali informasi terhadap apa yang dialami dua PMI dimaksud. Kepada media ini, Asman bin Aziz (29), PMI yang mengalami lumpuh pada bagian kakinya itu mengaku, jika kelumpuhan yang ia alami saat menjalani proses penahanan di Rumah Pusat Tahanan Sementara (PTS) Tawau.
"Iya di lokap (penjara) baru saya lumpuh, sebelumnya sehat-sehat saja," ucap Asman. Saat ditanya penyebab kelumpuhannya itu, Asman mengatakan jika kondisi udara yang tidak menentu di dalam kawasan PTS serta menumpuknya jumlah tahanan dalam satu sel, diduga kuat menjadi penyebab dirinya secara mendadak mengalami kelumpuhan.
"Udara di dalam itu tidak menentu, terkadang sejuk, sejuk betul. Pas datang panas, panas betul. Ini mungkin jadi sebab kaki saya lumpuh," ujarnya. Selain itu, Asman mengungkapkan penumpukan jumlah tahanan dalam satu sel hingga mencapai 200 orang pun harus dia rasakan.
Belum lagi, dalam sel itu ia harus berjibaku dengan tahanan-tahanan lainnya baik yang berasal dari Indonesia maupun negara lain seperti Filipina dan Brunei Darusalam. Saat ditanya apakah ia mengalami kekerasan fisik selama menjalani proses penahanan? Asman memastikan tidak ada sedikitpun kekerasan fisik yang dia terima selama menjadi tahanan PTS tersebut.
Hanya saja, kebersihan dan kondisi air untuk mandi di PTS begitu buruk, sehingga tidak sedikit dari mereka harus mengalami gangguan kulit seperti, kurap, kudis dan gatal-gatal. "Saya rasa dia punya air kurang bagus, sebab satu hari kami guna basuh badan malamnya sudah menggaruk-garuk saja kami buat. Makanya rata-rata kami itu luka-luka karena penyakit kulit," ungkapnya.
Sementara PMI yang mengalami gangguan kejiwaan, menurut PMI yang menjaga dan mengawasinya selama dalam tahanan Arifin bin Abdullah (33) mengaku, bahwa Boncel, sapaan rekan-rekannya sesama PMI terhadap PMI gangguan kejiwaan itu, telah mengalami gangguan sebelum ditahan di PTS Tawau.
Diduga kejiwaan Boncel terganggu akibat perlakuan pihak perusahaan tempat Boncel bekerja yang terus memaksanya bekerja tanpa memberikan hak yang layak atas pekerjaannya itu. "Saya dulu satu wilayah kerja dengan Boncel hanya beda estate, dan mungkin saja karena kami yang masuk tidak resmi terkadang tidak diberikan gaji yang sesuai dan malah kadang tidak diberi satu sen pun," ungkap Arifin.
Dengan kondisi itu, Arifin menduga Boncel kemudian stres yang berlebihan dan mengalami gangguan jiwa. Kelakuan Boncel semakin menjadi-jadi setelah dia membawa sebilah parang dan menyerang salah satu kedai tak jauh dari perkebunan tempatnya bekerja. Kejadian itu pun kemudian membuat pihak perusahaan melaporkan kelakuan Boncel kepada Polis Diraja Malaysia (PDRM).
"Dia ditahan ini karena habis mengamuk. Selama di penjara juga petugas dibuat pusing dengan kelakuannya," ucap Arifin. Menanggapi sejumlah PMI tersebut, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran (PMI) Nunukan AKBP F.J Ginting mengatakan telah berkoordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) Nunukan untuk penanganan selanjutnya, setelah proses karantina yang dilakukan BP2MI.
"Kalau sudah dikarantina, baru kita serahkan ke Dinsos untuk mendapat perawatan," ujar Ginting. Sementara untuk PMI dengan gangguan kesehatan, lanjut Ginting, akan dilakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan.