Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan
Banner ADV

Warga Lumbis Pansiangan Andalkan Hasil Hutan sebagai Mata Pencaharian

Potret masyarakat Desa Panas, Kecamatan Lumbis Pansiangan (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

BERITA TERKAIT

    Banner ADV

    Kalimantan Utara

    Warga Lumbis Pansiangan Andalkan Hasil Hutan sebagai Mata Pencaharian

    PusaranMedia.com

    Potret masyarakat Desa Panas, Kecamatan Lumbis Pansiangan (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

    Banner ADV

    Warga Lumbis Pansiangan Andalkan Hasil Hutan sebagai Mata Pencaharian

    Potret masyarakat Desa Panas, Kecamatan Lumbis Pansiangan (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

    Reporter: Diansyah | Editor: Buniyamin 

    NUNUKAN - Perekonomian masyarakat di kawasan perbatasan umumnya mengalami ketertinggalan dibandingkan warga Negara Bahagian Sabah dan Sarawak, Malaysia.

    Kondisi menyebabkan tingginya tingkat kesenjangan pembangunan antara wilayah Indonesia dengan negara tetangga tersebut.

    Penyebab ketertinggalan ini diantaranya dilatarbelakangi tingkat perhatian pemerintah, baik pusat maupun daerah yang kurang terhadap kawasan perbatasan.

    Dampaknya pembangunan di kawasan perbatasan Indonesia kurang mendapat prioritas di dalam perencanaan dibandingkan dengan kawasan perbatasan negara tetangga Malaysia, maka terlihat adanya ketimpangan ekonomi yang luar biasa.

    Contohnya kawasan perbatasan Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), seharusnya merupakan kawasan tersebut maju dan sejahtera, tapi kenyataannya menjadi tertinggal. 

    Seperti yang terjadi di Lumbis Pansiangan, hampir 90 persen warganya mengandalkan hasil hutan, seperti kayu gaharu dan mencari hewan buruan. Rutinitas itu mata pencaharian utama warga setempat.

    Sekretaris Desa (Sekdes) Panas, Matari mengungkapkan kondisi itu diperparah dengan kondisi alam di Lumbis Pansiangan yang bertebing, sehingga untuk bercocok tanam atau berternak tidak memungkinkan untuk dilakukan masyarakat. 

    "Jujur penghasilan warga disini hanya mengandalkan kayu gaharu sama hewan hasil buruan yang bisa dijual di Desa Mansalong atau langsung ke Malaysia," ujar Matari kepada Pusaranmedia.com di Nunukan. 

    Kemudian kondisi jalur transportasi yang sulit di lalui warga serta tingginya ongkos angkut menjadi salah satu permasalahan besar di Lumbis Pansiangan yang notabene merupakan daerah perbatasan, terluar dan terisolasi. 

    Menurut Pengamat Sosial di Nunukan, Mansyur Rincing mengatakan pemerintah perlu melakukan perubahan paradigma pendekatan di daerah perbatasan.

    Sebab selama ini kecenderungan pemerintah hanya melakukan pendekatan keamanan. Sementara daerah perbatasan sangat membutuhkan pendekatan pembangunan. 

    Terbatasnya infrastruktur seperti sarana dan prasarana dasar permukiman, jaringan air bersih, jaringan drinase, sarana dan prasarana transportasi, telekomunikasi dan lainnya menyebabkan wilayah ini memiliki aksesibilitas yang rendah dan terisolasi dari wilayah sekitarnya.

    "Coba kita bandingkan dengan negara tetangga contohnya Malaysia,  kesenjangan infrastrukturnya semakin jelas. Di Malaysia aksesibilitas telah cukup baik, dimana jalan sudah di hot mix hingga ke desa-desa di kawasan perbatasan Malaysia. Fasilitas sosial dan umum untuk tingkat desa dan kecamatan yang lebih baik, dengan investasi infrastruktur perkapita yang lebih baik serta fasilitas transportasi dan telekomunikasi yang jauh lebih baik," jelas Mansyur. 

    Berbagai kendala infrastruktur wilayah kawasan perbatasan seperti minimnya akses darat, laut dan udara dari dan ke kawasan perbatasan, minimnya infrastruktur informasi dan telekomunikasi, menyebabkan kebutuhan biaya yang sangat mahal untuk mendatangi wilayah perbatasan tersebut. 

    "Bayangkan saja, untuk dapat menjangkau Lumbis Pansiangan kita harus mengeluarkan dana sebesar Rp10 juta," ujarnya. 

    Masnyur menambahkan, jika hal tersebut dibiarkan maka kesenjangan dan ketertinggalan ekonomi wilayah ini akan tetap bertambah. 

    Dia menilai, mengembangkan ekonomi wilayah perbatasan tidak bisa hanya mengandalkan konsep dan strategi konvensional dan rata-rata, diperlukan kiat dan konsep yang inovatif dan spektakuler dengan pola pikir untuk keluar dari ketertinggalan.