Reporter: Lodya Astagina | Editor: Supiansyah
TENGGARONG - Dewan Majelis Adat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura mendukung pemeliharaan dan pengecatan Jembatan Kutai Kartanegara menjadi warna merah putih.
Ini tertulis jelas dalam surat Hasil Musyawarah dan Mufakat Dewan Majelis Tata Nilai Adat Kesultanan Kutai Ing Martadipura berkenaan dengan surat Kepala Dinas PU Kukar Nomor P.8/DPU-UTL/BM/630/1/2022 perihal permintaan rekomendasi terhadap pelaksanaan perawatan Jembatan Kutai Kartanegara.
Dalam surat yang ditandatangani Adji Pangeran Hario (APH) Adiningrat sebagai perwakilan titah Sultan Kutai itu menyampaikan lima poin.
Pertama, mendukung program Pemkab Kukar memelihara asetnya agar tetap terjaga dan berfungsi dengan baik. Kedua, pemeliharaan aset milik pemerintah daerah yaitu Jembatan Kutai Kartanegara yang mana terdapat perubahan warna jembatan dari kuning putih ke merah-putih tidak bertentangan dengan tata nilai adat di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, dan perubahan warna tersebut memudahkan lalu lintas angkutan air di bawah jembatan.
Ketiga, Jembatan Kutai Kartanegara bukan merupakan bagian dari Lingkungan Adat Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura sesuai dengan Peraturan Daerah 2/2016 tentang Pelestarian Adat Istiadat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Empat, Jembatan Kutai Kartanegara bukan merupakan status adat yang sakral, dan bukan merupakan produk adat melainkan aset Pemkab Kukar untuk fasilitas umum. Kelima, Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura tidak terlibat terkait demo dan tuntutan oleh oknum kelompok, pribadi maupun organisasi yang dengan sengaja mengatasnamakan diri dalam perlindungan dan naungan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Kata APH Adiningrat, pada prinsipnya jembatan bukan benda situs maupun produk adat. Melainkan fasilitas yang dibangun pemerintah untuk kepentingan masyarakat umum. Berkenaan dengan terbitnya surat, APH menyampaikan tidak ada maksud antipati apalagi membenci pihak manapun. Hal ini disampaikan dengan niat baik dan apa adanya sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Dasarnya cuman itu aja, jembatan itu bukan benda situs. Kami sudah cukup berunding, berdebat, konsultasi mengenai masalah ini. Tidak ada satupun yang menguatkan bahwa itu ada pengaruh adat terhadap jembatan. Jadi tidak ada satupun kaitannya mengenai adat yang harus dituruti pemerintah dengan warna tertentu, tidak ada,” jelasnya, Rabu (12/1/2021).
Perihal adat, lanjutnya, tidak dapat diubah-ubah oleh pihak lain di luar Kesultanan. Pada dasarnya kiblat adat istiadat adalah Kesultanan. Bila ada yang menafsirkan lain, menurut APH Adiningrat hal tersebut tak dapat dijadikan sebagai pegangan dan dituruti sesuai keinginannya.
APH Adiningrat menyampaikan, Sultan AM Arifin menyerahkan urusan ini kepadanya. Beberapa waktu lalu, Sultan AM Arifin diminta oleh Adji Pangeran Hario Kusumo Poeger untuk menentukan persoalan ini. Namun waktu itu Sultan memiliki jadwal berangkat ke Balikpapan. Melalui sambungan telepon dia menyerahkan keputusannya ke APH Adiningrat.
"Semua orang mendengar kok. Dari PU ada yang hadir. Dia (Poeger) bilang jadi bagaimana Yang Mulia? Terserah ayahanda (APH Adiningrat) aja, sama aja dengan saya dia bilang. Makanya surat itu saya tanda tangani, saya tanggung jawab itu,” terangnya.
Persoalan perubahan warna, dia mengucap Dewan Majelis Adat paham betul dengan aturannya. Bedal halnya jika pengecatan yang berhubungan dengan ada di lingkungan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Sebut saja Patung Lembuswana di Pulau Kumala, bila warnanya diubah menjadi merah pihaknya pasti akan meributkan hal tersebut. Dia pun kembali mempertanyakan dasar aturan apa yang mengharuskan jembatan tetap berwarna kuning. Jika kuning merupakan warna keramat, mengapa sejak zaman dulu pihak Kesultanan tidak mengubah semuanya menjadi warna kuning.
Yang jelas, APH Adiningrat mengatakan, ketentuan hukum adat tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku di NKRI. Baik itu hukum formal maupun hukum positif. “Jadi kalau hukum adat memaksakan itu bertentangan dengan hukum NKRI ya ditangkap saja. Enggak salah lah, saya bertanggung jawab kok untuk itu,” sebutnya.
Seiringan dengan dikeluarkannya surat tersebut, APH Adiningrat meminta kepada masyarakat, ormas atau siapapun, supaya bisa memahami lebih dulu soal peraturan adat dan menjadikan hasil musyawarah mufakat itu sebagai pegangan dalam mengambil langkah. APH Adiningrat khawatir bila masyarakat yang tidak mengerti dengan akar persoalan nantinya hanya akan terbawa-bawa. Terlebih jika demo yang rencananya dilaksanakan besok hanya akan berakhir pada persoalan hukum nantinya.
“Jadi diminta kesadaran pihak masyarakat untuk bertindak sebaik-baiknya, berpikir dengan sejernih-jernihnya tentang mempertimbangkan masalah warna ini. Karena kami dari kesultanan menyampaikan dengan tegas sekali tidak ada kaitannya dengan benda-benda purbakala, situs-situs sejarah, atau terkait adat,” pintanya.