Sumber: CNN Indonesia
JAKARTA - Pemerintah menetapkan pengenaan bea materai senilai Rp10.000 untuk tiap dokumen transaksi surat berharga di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai 1 Januari 2021. Hal itu sesuai Undang-undang Nomor 20 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Pihak yang dikenakan bea meterai atas transaksi surat berharga tersebut adalah investor. Aturan baru tersebut mendapatkan penolakan dari para investor retail saham di dalam negeri. Penolakan disuarakan dengan membuat petisi melalui platform change.org. Sejauh ini, ada dua petisi penolakan bea materai Rp10.000 tersebut.
Petisi pertama dibuat Farissi Frisky, yang sudah ditandatangani oleh 7.277 orang per Senin (20/12) pagi. Petisi tersebut ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Presiden Joko Widodo, dan Bursa Efek Indonesia.
"Tahun 2020 adalah tahun kebangkitan investor ritel di Indonesia. Jumlah investor bertambah signifikan, hal ini membuka kemungkinan yang sungguh besar untuk pasar modal di Indonesia," tulis Farrisi dalam petisi 'Tolak Biaya Materai Untuk Saham', dikutip dari CNNIndonesia.
"Akan tetapi, pemerintah bukannya mendukung investor muda ini untuk tumbuh. Malah melihat mereka sebagai peluang untuk menambah pundi-pundi pemerintah melalui biaya materai yang dibebankan untuk setiap trade confirmation yang diterima oleh investor," lanjut Farrisi.
Sementara petisi penolakan bea materai Rp10.000 untuk transaksi saham kedua dibuat oleh Inan Sulaiman, yang berjudul 'Evaluasi Bea Materai Untuk Pasar Saham!' telah ditandatangani oleh 4.737 orang.
"Sebagai investor ritel yang bermodal sedikit. Tentunya biaya materai sangat memberatkan kami," tulis Inan dalam petisinya.
Inan juga menyarankan agar peraturan terkait biaya Materai per Trade Confirmation (TC) dievaluasi dan direvisi. Paling tidak diberikan batas bawah materai senilai Rp100 juta per TC.
"Supaya tidak memberatkan kami ritel kecil yang berusaha berjuang di Pasar Modal Indonesia," kata Inan melalui petisi yang ditujukan kepada Kementerian Keuangan dan DJP.