Reporter: Adhi | Editor: Buniyamin
BALIKPAPAN - Pengerusakan Mangrove Teluk Balikpapan kembali terjadi. Setelah sebelumnya kawasan Mangrove area Sungai Tempadung, Kelurahan Kariangau, Balikpapan Barat rusak akibat aktivitas industri pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel di Kawasan Industri Kariangau (KIK).
Kali ini pengrusakan hutan Mangrove Teluk Balikpapan berada di Das Sungai Wain Kelurahan Kariangau dengan Titik kordinat TKP: S : 01.176.130 E : 116.832.450. Perkiraan luas kawasan mangrove yang dirusak sekitar 16 hektar dengan cara ditebang.
Koalisi Peduli Teluk Balikpapan kembali melaporkan kerusakan hutan bakau (mangrove) di Teluk Balikpapan pada 18 April 2022.
"Diserahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), ditembuskan Menteri Lingkungan Hidup, Ditjen Gakkum KLHK, Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan seksi II Samarinda, DLH Kota Balikpapan, dan Ombudsman Perwakilan Kalimatan Timur," kata Koordinator Advokasi Pokja Pesisir, Husen Suwarno, Rabu (20/4/2022).
Husen menyampaikan, ini pertama kali diketahui pengerusakan Das Sungai Wain pada 14 Maret 2022. Dampak dari pengerusakan Mangrove itu mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan pesisir, terutama biota perairan, habitat dan koridor satwa terancam hilang.
"Perusakan mangrove ini pun belum diketahui pelakunya, pada waktu melakukan monitoring lapangan sudah tidak ditemukan adanya aktivitas," ucap Husen
"Di TKP juga tidak terlihat seseorang pun yang bisa dimintai keterangan. Berdasarkan foto citra satelit dan pantauan lapangan secara langsung pengerusakan tersebut sudah dilakukan sejak lama, sebelum Oktober 2020," tambahnya.
Dijelaskannya, terdapat kelemahan pemerintah dalam hal pengawasan di lapangan, sehingga aktivitas pengerusakan hutan Mangrove terus terjadi dan berulang-ulang serta terkesan dibiarkan.
Peristiwa perusakan ekosistem Mangrove tersebut kemudian menyebabkan kerusakan lingkungan hidup. "Maka bersama ini kami memohon agar pihak terkait melakukan tindakan penegakan hukum yang tegas sesuai peraturan yang berlaku. Karena perbuatan perusakan ekosistem mangrove tersebut telah melanggar aturan," tandasnya.
Koalisi Peduli Teluk Balikpapan menyampaikan beberapa aturan yang dilanggar. Diantaranya, pasal 35 Huruf (e) dan (f) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berbunyi “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang secara langsung atau tidak langsung dilarang: (e).menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (f). melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ; ( Pelanggaran terhadap pasal ini diancam pada Pasal 73 Ayat (1) Huruf (b) yang berbunyi “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap Orang yang dengan sengaja: (b). menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g;
Pasal 22 (1) UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH yang berbunyi “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal”.
Teluk Balikpapan sendiri memiliki luasan hutan mangrove kurang lebih 17.000 hektar, daerah aliran sungai (DAS) sekitar 211.456 hektar dan perairan 16.000 hektar. Terdapat 54 sub-DAS mengalir ke teluk ini, termasuk salah satunya DAS Sei Wain yang sudah menjadi hutan lindung atau dikenal dengan Hutan Lindung Sungai Wain. Selain itu, terdapat 31 pulau kecil di sekitarnya.